Tidak
jarang kita menjumpai seseorang atau sekelompok orang yang mencitrakan islam
sebagai agama yang brutal, fanatik, fundamental, kacau hingga agama dengan
sarang teroris. Sungguh ironi memang jika kita melihat fakta tersebut, terutama
untuk orang-orang Barat yang selalu mengaitkan aktivitas teorisme dengan islam.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jawabannya sangat simpel, karena memang
hampir dapat dipastikan bahwa hampir semua kejahatan teroris yang ada ialah
dilakukan oleh orang islam (muslim). Kurang dapat diketahui mengapa seseorang
melakukan aksi teror, namun diantara penyebab munculnya aktivitas “terorisme”
dalam islam adanya kesalahpahaman tentang jihad. Terorisme yang identik dengan
kekerasan, kekejaman, serta kebengisan telah menimbulkan rasa takut dan ngeri
pada masyarakat, sebagai umat muslim yang saya tahu ialah bahwa islam bukan
agama yang digunakan untuk mengancam dan mengedepankan kekerasan melainkan
suatu agama yang dipenuhi dengan kasih sayang, kebaikan, dan untuk membawa
rahmat di alam semesta ini. Islam juga bertujuan untuk menuntun umat manusia
dalam mencapai suatu kebahagiaan yang hakiki, melalui rasa kasih sayang dan
mengharap ridho Allah SWT.
Adanya
kesalahpahaman tentang jihad mungkintelah menjadi tonggak dasar seorang muslim
dalam melakukan aksi teror. Jihad dalam islam lebih dikenal dengan jihad fi sabilillah (Jihad di jalan
Allah), dimana dalam jihad terkadung suatu konsep berupa segala usaha untuk
menegakkan kalimat Allah (ajaran islam) serta mendakwahkan Islam melalui
berbagai ‘kesempatan’. Ditambah lagi dengan adanya hukum melakukan jihad yang
Fardhu ‘Ain membuat semangat orang islam untuk berlomba-lomba mendapatkan
pahala besar dari Allah semakin gencar. Permulaan perintah jihad itu sendiri
terdapat dalam QS Al-Baqarah: 190 dan Al-Hajj: 39 yang mana secara umum
memiliki makna bahwa jihad atau perang tersebut diperintahkan bagi orang-orang
yang diperangi dan dianiaya. Bagi seorang muslim yang sungguh-sungguh beriman
dan mengharapkan rahmat Allah akan melakukan apapun yang dikehendaki oleh-Nya.
Karena sesungguhnya jihad memiliki beberapa keutamaan, diantaranya:
1.
Orang yang melakukan jihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka,
Allah akan melebihkan orang-orang tersebut atas orang-orang lain satu derajat
2.
Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan pahala yang besar pula bagi
siapa yang mau ikut berperang daripada muslim yang hanya duduk atau tidak ikut
berperang.
Lalu siapa yang diperangi dalam
hal ini? Pertanyaan tersebut ada kalanya telah memunculkan banyak perdebatan,
karena indikator untuk menentukan seseorang dianggap ‘kafir’ masih semu akibat
perkembangan zaman. Jika dulu ketika zaman Rasulullah orang-orang kafir nampak
sangat jelas dan nyata maka jihad sangat mudah dilakukan, namun di era yang
seperti ini orang-orang kafir yang berkategori layaknya zaman Nabi sudah tidak
ada. Kemudian apakah jihad masih dan perlu dilakukan jika yang diperangi tidak
‘jelas’ keberadannya? Ternyata tidak semua kafir disyariatkan untuk diperangi
oleh islam, hanya Kafir Harby yakni siapapun mereka yang musyrik dan Ahli kitab yang boleh
diperangi atau semua orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang kaum
Muslimin.
Problematika terorisme yang terjadi
sebenarnya terletak pada hausnya mencari mangsa dengan membawa ambisi kebenaran
dan membawa agama sebagai kendaraan untuk menampilkan wataknya. Watak yang
serba hegemonis, anarkis, radikal dan tidak manusiawi. Pertanyaan yang muncul
selanjutnya adalah, apa korelasi antara islam dengan terorisme? Lalu benarkah
dalang terorisme yang selama ini terjadi merupakan bentuk representasi dari
islam? Pasca terjadinya 9/11 respon sebagian besar gerakan politik islam
bukannya malah simpati terhadap korban kemanusiaan melainkan malah memperbesar
resistensi terhadap barat.
Kesalahan dalam mengidentifikasi musuh
dan pemahaman tentang konsep jihad menjadi salah satu faktor munculnya aksi
terorisme, ditambah lagi dijadikannya islam sebagai lanskap politik oleh suatu
golongan atau gerakan tertentu sehingga mengakibatkan pandangan negatif terhadap
orang lain dan bahkan terhadap diri islam sendiri. Terorisme yang dewasa ini
mengatasnamakan islam tentu tidak mendapatkan dukungan, karena jihad yang
sesungguhnya ialah dilakukan dengan cara damai tanpa kekerasan dan kebengisan
kecuali memang jelas-jelas nampak ada yang memerangi islam dan berusaha merusak
islam maka wajib hukumnya untuk diperangi. Munculnya doktrin bahwa jihad belum
cukup jika tidak mati menambah persoalan lain dalam aksi terorisme. Anggapan
bahwa musuh islam harus diberantas, dihilangkan bahkan dimusnahkan membuat saya
ironis karena pada faktanya yang mereka anggap musuh (Amerika) justru menjalin
hubungan baik dengan negara-negara muslim di dunia. Sebagai umat islam yang
cinta damai kita sudah seharusnya mampu membedakan mana jihad yang harus
mendapatkan dukungan dan mana yang harus sebisa kita hindarkan, selain itu kita
harus mampu memahami agama kita dengan sebaik-baiknya. Agama yang sangat
menjujung tinggi moralitas dan perdamaian.
Pemikiran abad ini memang tidak dapat
disamakan dengan ketika zaman Rasulullah masih hidup, karena kriteria musuh
islam dulu dan sekarang sudah beda konteksnya. Berapapun jumlah teroris baik
sedikit atau banyak bukan lagi menjadi masalah penting, karena saat ini ialah
bagaimana kita sebagai umat islam mampu mengangkat nama baik agama kita. Kalau
agama kita dirikan dengan kokoh dengan konsep jihad yang sebenarnya maka sudah
dapat dipastikan kemakmuran dan kedamaian dalam hidup kita yang akan kita
dapatkan bukan permusuhan dan saling tuduh satu sama lain.
0 komentar:
Posting Komentar