Air mataku tidak bisa berhenti menetes setiapkali aku menginat kematian tragis bapakku.sekarangpun mamakku masih menjadi pendiam yang suka melamun tak kuasaa aku jika melihat mamak mengerjakan tuga”nya dengan keadaan seperti itu,tak jarang bahkan ia tiba” terdiam dan menangis ketika ia melakukan sesuatu yang ada hubungannya dengan bapak.
Dua minggu yang lalu bapak pergi
meninggalkan kami semua,aku sangat terpukul mendengar kabar itu apalagi
mamakku.
***
“assalamualaikum...” ucap seorang lelaki diluar
pintu rumahku.
“waalaikum salam.... “ teriak mamakku dari belakang
dapur.
“pak toyib bu..pak toyib...” dengan nada terbata-bata dan sedikit
gelagapan orang itu mencoba menjelaskan.
“tenang pak, tenang pak!” suruh mamakku pada lelaki itu, “Kenapa dengan
suami saya?” lanjut mamakku.
“pak toyib meninggal bu”ujar lelaki itu.
Seketika
itu wajah mamakku memucat, ia langsung
jatuh tersungkur menempel digawang pintu. Menangis sekuat apa yang ia mampu
hanya itu yang ia dapat lakukan.
“ bapak jangan bercanda!!!” aku mencoba memastikan.
“saya gak bercanda mbak..!” terang orang itu.
“tadi ketika pak toyib mau menyebrang jalan didepan kantor pos tiba-tiba ada mobil
toyota rush putih yang menabraknya,
pikulan kerak telornya terpental ke pinggir jalan sedangkan pak toyib
sendiri terlempar ke trotoar hingga kepalanya terbentur tiang lampu jalan”
jelasnya.
Mendengar penjelasannya aku dan
mamakku semakin tak berdaya, aku tak kuat berdiri seakan kakiku tak kuasa
menopang tubuh kecilku yang kurus ini. Aku berharap ini hanya sebuah mimpi
buruk yang akan segera berakhir ketika hari telah pagi, namun ketika aku
menyadari ini adalah sebuah kenyataan pahit yang harus kuterima tubuhku semakin
melemas, hatiku semakin hancur mendengar lelaki yang paling kucintai harus
pergi secepat ini.
Seminggu berlalu dengan cepat, semenjak
kemaatian bapakku kehidupan kami tak semudah lalu. Kini aku harus pintar-pintar
membagi waktu untuk pekerjaan rumah dan tugas disekolah. Sekarang mamakku lah
harus menggantikan pekerjaan bapak berjualan kerak telor di alun-alun kota,
karena hanya itulah sumber mata pencaharian kami dari dulu. Tak ada niatan bagi
kami untuk membuka usaha lain, melakukan itu berarti sama halnya dengan memulai
dari awal lagi. Kami tak punya cukup uang untuk dijadikan modal usaha lain.
“mamak sudah pulang?” tanyaku.
Melihat mamak meletakkan pikulan dipojok pintu dan
mengipas-ngipaskan topi ke mukanya yang dibahasi oleh cucuran keringat
membuatku merasa iba dan kasihan padanya. Hatiku menangis meraung-raung ingin
sekali aku membantunya mencari nafkah untuk biaya hidup kami tapi setiap aku
akan melakukan niatanku itu mamak selalu melarangku, ia bilang bahwa tugasku
hanya belajar dan belajar tak perlu ikut memikirkan hal yang bukan kewajibanku.
Mendengar ucapan mamak itu hatiku langsung tergugah, kubuat itu menjadi motivasiku
untuk giat belajar dan bertekad untuk memperbaiki hidup.
***
Teetttt..tetttt..tettt.. bunyi bel itu sudah kudengar sebelum aku
sampai didepan gerbang. Aku berlari dengan sekuat tenagaku berharap gerbang
sekolahku belum digembok oleh malaikat penjaga gerbang itu.
“Ah, syukur deh.” Ucapku lega.
“ternyata hari ini aku masih beruntung.”
Sambil
mencoba menyeka rok abu-abuku yang terkena cipratan air karena berlari tadi, ku
tata ulang barang-barang bawaanku. Poni panjang yang menutupi jidat kurapikan menggunakan
jari-jari tangan kananku.
Suasana khas kelas ketika pagi hari
kurasakan saat aku telah berada didepan pintu, ada yang sedang asyik ngobrol,
menghapus papan, belajar bareng, sampai yang pacaran pun ada.
***
“ada yang mau ditanyakan?” tanya guru kimiaku.
Jam menunjukkan pukul 08.00 WIB, 15 nenit lagi jam
pelajaran pertama akan berakhir. Namun tiba-tiba kepala sekolah kulihat sudah
membuka pintu dan akan memasuki kelas, tapi siapa lelaki yang dibelakang pak
kepala sekolah itu??
Siapapun dia aku gak peduli, apa gunanya buatku
memikirkan orang yang gak penting itu. Aku tetap terbuai dalam lamunanku,
berharap jam pelajaran ini segera berakhir. Sudah tak kuat rasanya aku
memandang papan yang penuh dengan angka-angka dan rumus-rumus itu.
***
Bapak. Kenapa tiba-tiba pikiranku
terusik oleh wajah bapak? Tak kuhiraukan penjelasan pak guru, sebuah pena ungu
yang kubuat mainan ditangan kananku terjatuh seketika hingga semua perhatian
seakan-akan tertuju padaku. Pak guru menegurku! Oh-betapa bingungnya pikiran
ini. Ku lihat pak kepala sekolah sudah didepan pintu, tapi siapa lelaki yang
ada dibelakangnya itu? Gayanya yang cool dan nyentrik itu membuat dia seperti
lelaki yang berwibawa.
“Selamat pagi anak-anak, perkenalkan
ini adalah Ditya. Dia pindahan dari SMA Harapan Bangsa, mulai pagi ini dia akan
bergabung dengan kalian belajar bersama disini.” Jelas pak kepala sekolah.
Huuaaaa….
Gayanya yang sok keren itu
membuatku sedikit risih, semua teman-teman wanita dikelasku tak henti-hentinya
memandinginya. Sedangkan aku tak tertarik sama sekali dengan dia.
***
Hari ini terasa begitu lama,
kunanti-nanti jam pulang sekolah dan akhirnya sekarang aku sudah berada didepan
gerbang. Ku rapikan bajuku dan poni diwajahku, bersiap diri untuk pulang
sekolah karena harus berjalan menyusuri gang-gang kecil dan kebiasaan burukku
adalah mencari perhatian perjaka-perjaka sekitar komplek rumah susunku, wajar
sajalah sudah 17 tahun aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya punya
pacar. Ada yang mendekati saja jarang-jarang apalagi punya pacar??
Berjalan dengan senangnya sambil
melihat pemandangan kota, sedari tadi kuperhatikan jalan raya tiba-tiba mobil avanza
hitam berjalan semakin pelan seakan-akan menghampiriku. Ternyata benar, mobil
itu berhenti tepat disampingku.
“Bareng gak?” Tanya seorang
didalamnya sambil membuka kaca depan.
Ini orang mau nawari apa ngajakin
rebut sih, kasar sekali. Gumamku
dalam hati.
“emmmm..
gak makasih”. Ucapku ketus.
Namun tiba-tiba pemilik mobil itu langsung keluar
dan membukakan pintu mobil depan kiri dan mendorongku untuk masuk. Aku takut
dan sedikit gelisah, sebenarnya apa mau orang ini. Tanpa bisa mengelak
sedikitpun aku masuk ke mobil yang terbilang mewah itu. Tapi setelah kuamati
dengan seksama sepertinya aku pernah melihat orang ini, tapi dimana? Dan kapan?
Kucoba menngingat-ingat dengan memutar bolak-balikkan otakku. Ditya, seketika
itu pikiranku langsung teringat pada
lelaki dikelas tadi pagi.
“Kenapa? Baru ingat denganku? Dasar pikun!! Baru
tadi pagi ketemu sekarang mau lupa.” Ucapnya ketus.
“Eh, untung-untung aku masih ingat kamu. Kalau nggak udah kusangka penculik kamu, aku
laporin polisi baru tau rasa!” balasku sewot.
***
“loh kamu sudah pulang.” Sepertinya aku mendengar
suara mamakku, ternyata benar aku sudah dihalaman rumah. Berarti selama
perjalanan tadi aku tertidur? Oh-no, malu sekali rasanya diriku. Ditya langsung
menghampiri mamakku dan mencium tangannya. Apa-apaan orang ini, kenapa seperti
itu pada mamakku, macam anak pada ibunya saja! Hatiku kembali bergumam.
“loh,loh. Kenapa dia dibiarkan masuk mak? Tanyaku
bingung.
“diakan tamu, lagipula dia sudah mengantarmu pulang.
Jadi biarlh dia sejenak beristirahat.” Jelas mamakku.
Aku sangat terheran-heran melihat kelakuan mereka
yang sudah sangat akrab meskipun baru saja bertermu. Yang lebih membuatku heran
lagi, padahal baru tadi pagi aku mengenalnya tapi kenapa pikiranku
dikacaukannya sejak disekolah tadi. Hassssssh…
Aku merasa tak dibutuhkan lagi melihat mereka yang asyik ngobrol seperti itu.
Tak kuhiraukan mereka meskipun aku lewat didepannya, aku pura-pura seperti tak
melihatnya dan langsung menuju kamar sederhana namun mendamaikan bagiku.
Beberapa menit kemudian ku dengar suara mobil itu pergi. Ah.. lega rasanya mengetahui bahwa dia sudah tak disini lagi.
“mulai besok pagi dan seterusnya dia akan menjemput
dan mengantarmu pulang setiap hari.” Ucap mamak padaku.
“apa?????” tanyaku heran.
Namun dengan sangat tidak sopan mamak meninggalkanku
begitu saja, tanpa menjawab satu katapun padaku. Aku tak mengerti apa
sebenarnya maksud mereka, tapi karena yang mengatakan adalah mamakku, akupun
tak bisa apa-apa selain hanya mengiyakan.
***
Tinnn..tinnn..
“suara itu???” gumamku heran. Tak salah lagi itu
adalah suara mobil Ditya, seketika itu aku cepat-cepat membereskan buku
pelajaranku yang berserakan dimeja belajar karena capek belajar hingga aku lupa
tak membereskannya. Sebelum aku sampai menemuinya ternyata mamakku sudah lebih
dulu mendatanginya, seperti biasa mereka asyik ngobrol layaknya telah lama akrab.
Tak lama-lama mereka menghabiskan waktu ngobrol
mamak menyuruhku berangkat, tanpa bicara apapun aku langsung membuka pintu
depan mobil dan menetupnya dengan kelakuan yang bisa dibilang agak kasar. Di
mobil, kami hanya diam dan tak saling bicara sedikitpun. Ia hanya focus pada
pekerjaannya yakni menyetir sedangkan aku berpura-pura mneghafalkan vocab
b.inggrisku di sekolah, tapi tak bisa kuhindrai sesekali mata ini selalu saja
meliriknya. Namun ketika ia mulai melihatku segera saja aku pura-pura membaca buku
sakuku. Aku selalu bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya apa maunya lelaki ini.
Aku coba mulai pembicaraan dengannya, tapi aku bermaksud ingin bertanya
baik-baik agar ia mau menjawab pertanyaanku.
“sebenernya maumu apa sih sama aku?” tanyaku emosi.
Cukup lama aku menunggu ia menjawab, namun aku mulai
merasa malu pada diriku sendiri. Aku yang tadi bertanya dengan nada tinggi
seperti itu malah sekarang diacuhkan begitu saja. Merasa ia takkan menjawab
pertanyaanku, aku langsung membuka kamus sakuku dan berpura-pura menghafal
vocab dengan wajah sedikit cemberut layaknya wajah seorang gadis yang dicuekin
pacarnya. J
“karena aku suka sama kamu!” jawabnya bernada
rendah.
Apa???? Gumamku dihati. Apa ia tak salah berucap?
Heranku.
“kamu piker kamu siapa? Bisa seenaknya seperti itu
padaku! Aku memang anak orang miskin tapi tak sepatutnya kamu bicara seenaknya
begitu. Baru kemarin kenal sekarang udah berani ngomong kayak gitu,” Marahku
padanya.
“bukan tanpa alasan aku mengatakannya, sebenarnya
sudah lama aku menyukaimu namun tak ada keberanian sedikitpun buatku untuk
mengungkapkannya. Setiap hari aku selalu mengamatimu yang berjalan pulang pergi
kesekolah, kebiasaanmu yang suka merapikan poni, hamper telat kesekolah pada
hamper setiap pagi, aku tau semuanya bahkan aku pindah sekolah hanya karena
ingin lebih tahu tentangmu dan yang lebih pastinya ingin mendekatimu.” Jawabnya
datar.
“lantas apa yang membuatmu suka padaku?” tanyaku
heran.
“tak bisa aku jelaskan, namun yang pasti percayalah
bahwa aku sungguh-sungguh denganmu, dan mulai hari ini mau tidak mau kamu harus
menjadi pacarku.” Jawabnya santai.
Bergumam dihati, ya. Itulah yang bisa aku lakukan,
aku tak mau menjadi pacarnya tapi aku juga tak punya alasan menolaknya. Hmm.. aku hanya menghela nafas panjang
saat itu.
***
Sebulan pun berlalu dengan sangat cepat, entah apa
yang membuatku berfikir seperti itu. Apa mungkin gara-gara kehadiran Ditya
dihidupku? Ah, entahlah. Meskipun dulu sepertinya Ditya hanya bermain-main
denganku tapi setelah aku melewati waktu bersamanya selama ini aku pun mulai
menyukainya, ah-tidak, bahkan lebih tepatnya mungkin aku telah mencintainya.
Setiap hari ia datang kerumahku hanya untuk
menjemputku ke sekolah. Aku sangat senang dan merasa sangat beruntung mempunyai
pacar seperti Ditya. Sudah baik, perhatian, dan pastinya saying terhadap
keluargaku, tak jarang Ditya membawakan makanan dan barang-barang untuk adikku
dan mamakku. Tapi sesekali ia datang bukan untuk menjemputku kesekolah, namun
ke tempat yang sangat indah karena sebelumnya aku yang tak pernah diberlakukan
lelaki seperti itu meskipun itu hanya pergi makan siomay dipinggir jalan. Hal
itu membuatku semakin mencintainya.
Suatu malam,
Ditya datang kerumahku, seperti biasa ia membawakan banyak barang-barang untuk
keluargaku. Malam ini ia membawakan adikku sebuah buku gambar dan alat
mewarnainya lengkap sedangkan mamakku diberinya beberapa kotak nasi ayam
teriyaki dan beberapa bungkus kue maryam.
Aku yang sedari tadi mengerjakan tugas sekolahku
terlihat seperti tak menghiraukan keberadaan Ditya, namun aku tak merasa
sungkan atau semacamnya. Karena aku tahu Ditya sangat mengertikanku. Aku
menunggui Ditya diruang tamu sambil membawa buku yang tadi belum selesai aku
kerjakan.
“ini foto bapakmu Mut?” tiba-tiba tanya Ditya.
“eh, iya” jawabku singkat.
“lalu kemana sekarang? Kok aku gak pernah lihat?” lanjutnya.
“bapak sudah meninggal beberapa waktu yang lalu
karena kasus tabrak lari.” Jawabku sedih.
“oh, maaf ya Mut, aku gak ada maksud bikin kamu
inget bapakmu.” Ucapnya sungkan.
***
Kenapa Ditya lama sekali? Tanyaku dalam hati.
Padahal siang ini sangat panas, bagaimana mungkin dia tega membiarkanku
menunggunya ditaman sendiri seperti ini. aku mencoba bersabar dan terus
menuggu. Kubiarkan kepalaku menolah kekanan dan kekiri hingga akhirnya pada
tolehanku yang kenanan dua puluh lima kali kulihat sosok lelaki gagah berkaos
biru awan dan bercelana jeans ketat berjalan meghampiriku.
“Lariiiiiii!!” teriakku sambil melambaikan tangan
padanya.
Belum sempat aku tanya ia sudah menjelaskan alasan
keterlambatannya, itu yang membuat aku mengaguminya. Ia sangat cerdas dan peka.
Hari ini memamg kami sepakat untuk sejenak berjalan-jalan ditaman, meskipun
udaranya sangat panas tapi hal itu tak membuat kami mengeluh. Karena kami
sedang merasakan ketenangan disamping orang yang kami cintai.
“aku pengen ngomong sesuatu sama kamu” ucap Ditya
seketika.
“hmm. Iya ngomong aja.” Jawabku sambil melahap es
krim ditangan kananku.
“ini soal bapakmu Mut.” Lanjutnya lirih.
Aku mulai melepaskan es krim dimulutku dengan perlahan-lahan,
bapak? Kenapa tiba-tiba Ditya ingin membicarakan hal ini padaku? Apa hubungan
dia dengan bapakku? Padahal kan bapakku sudah lebih dulu meninggal sebelum aku
mengenal Ditya? Berbagai macam pertanyaan mulai muncul diotakku. Tak lama
kemudian kudengar Ditya mulai mengucapkan sesuatu.
“maafkan aku Mut, maafkan aku.” Tangis Ditya padaku.
“sebenarnya akulah penyebab kematian bapakmu, aku
yang menabrak bapakkmu didepan kantor pos itu. Waktu itu aku sedang dalam
keadaan terburu-buru, karena aku harus mengembalikan mobil kakakku yang
dipinjam papaku. Asma istri kakakku sedang kumat, sedangkan ambulans rumah
sakit langganan istri kakakku sedang kosong.” Jelasnya.
Es krim ditanganku tiba-tiba terjatuh, tubuhku
melemas, tangan dan kakiku gemetar, mataku mulai memerah hingga air mata tak
sanggup lagi ditahan. Aku menangis tersedu-sedu mendengar ucapan bahwa orang
yang kucintai adalah penyebab kematian bapakku. Tak sanggup lagi rasanya aku
memandang wajah Ditya, karena wajah itulah penyebab yang membuat keluargaku
berantakan, dan sengsara. Tanpa bapak dihidupku harus membuat mamak dan aku
lebih bekerja ekstra keras dan susah payah.
Tak panjang lebar aku mendengarkan Ditya akupun
lansung berlari meninggalkan Ditya ditaman sendiri, tak kuhiraukan teriakan
Ditya memanggil-manggil namaku. Karena aku tak mau menambah kesakit hatianku
mendengar lebih banyak suara penyebab kematian bapakku.
***
“sudah dua minggu ini, aku tak melihat Ditya
kesini?” Tanya mamakku.
“dia sedang ada urusan di luar negeri selama enam bulan
dengan papanya.” Jelasku
“loh, kok gak pamitan sama mamak?” lanjutnya
bertanya
“dia kemarin titip salam buat mamak, dia bilang
katanya maaf gak bisa pamitan buru-buru katanya.” Jelasku.
Memang sengaja aku tak menceritakan pada mamak bahwa
sebenarnya hubunganku dengan Ditya sedang tak baik, aku berpura-pura didepan
mamak bahwa hubunganku dengan Ditya baik-baik saja Karena aku tak mau membuat
mamak memikirkan kami. Apalagi Ditya sudah dianggap seperti anak sendiri oleh
mamak.
***
“nanti kalau ditanya mamak, jawab saja kalau kamu
dari luar negeri. Soalnya kemarin mamak menanyakanmu.” Ucapku.
“benarkah mamak menanyakanku?” Tanya Ditya antusias.
“iya.” Jawabku singkat.
“maafkan aku Mut, aku benar-benar menyesal karena
waktu itu tak berhenti untuk menyelamatkan bapakkmu.” Ucap Ditya menyesal.
“sudahlah, itu sudah terjadi. Lagipula tak ada
gunanya kau meminta maaf berkali-kali padaku. Itu tak bisa membuat semuanya
kembali seperti semula” jelasku.
“karena itulah Mut, aku mecoba menyukaimu.” Ucapnya
sendu.
“maksudmu?” tanyaku heran.
“sebenarnya, dulu aku punya pacar. Namanya Diana,
tapi dia aku putuskan setelah aku tahu bahwa bapakmu meninggal.” Jelasnya lagi.
“tunggu.tunggu.. aku makin gak ngerti sama kamu?”
tanyaku dengan nada tinggi.
“setelah aku tahu bahwa korban tabrak lariku
meninggal, aku mencoba mencari tahu latar belakangnya. Siapa dia, alamatnya
dimana, anaknya berapa? Aku sudah pikirkan bahwa keluarganya pasti akan sangat
menderita dan kesusahan setelah ditinggalnya pergi. Setelah aku tahu bahwa dia
punya anak kamu, mulai saat itulah aku memulai tanggung jawabku pada keluarga
bapakkmu dan untuk menebus semua kesalahanku padamu.” Jelasnya lebar.
“jadi selama ini kamu mendekatiku gara-gara itu?
Terus kamu membelikan keluargaku makanan, barang-barang itu juga karena itu?”
tangisku.
“awalnya memang iya Mut, tapi setelah aku lewati
beberapa hari denganmu dulu aku mulai menyadari bahwa aku memang benar-benar
menyukaimu, percayalah!”. Jelasnya mencoba meyakinkan.
Belum sempat aku membalas ucapannya tiba-tiba suara
besar lelaki bertubuh kekar mengatakan bahwa jam besuk sudah habis. Ditya
memegang rapat-rapat kedua tanganku dan seakan tak ingin melepaskannya, dia
membisikkan sebuah kalimat ditelinga kiriku dan berkata Tunggu aku kembali, kumohon! Aku mencintaimu sepenuh hati.
Mendengar kata-katanya itu aku merasa semakin tak berdaya, bagaimana mungkin
aku sanggup hidup sendiri tanpa Ditya disisiku selama setengah tahun kedepan?
Ya, memang sehari setelah Ditya menjelaskan semuanya
padaku seketika itu juga aku melaporkan Ditya ke kantor polisi. Meskipun Ditya
adalah orang yang kucintai tapi bagaimanapun kebenaran harus tetap ditegakkan.
Tapi karena Ditya telah mengakui kesalahannya maka ia pun mendapat keringanan
hukuman.
Apapun yang terjadi aku akan menunggu Ditya, karena
bagaimanapun dia telah menebus kesalahannya dan bertanggung jawab dengan
sepenuh hati. Aku berjanji pada diriku bahwa aku tak akan menceritakan hal ini
pada mamak, aku tak ingin membuat mamak kembali mengingat bapak. Apalagi Ditya,
orang yang dianggap mamak seperti anaknya sendiri adalah yang menyebabkan bapak
meninggal. Sampai kapanpun, aku tak akan membiarkan hal ini merusak
kebahagiaanku, mamak, adikku dan juga Ditya nanti. Semoga Ditya mengingat
kata-katanya itu. Karena disini aku benar-benar akan menunggunya…